Pages

Kamis, 22 Mei 2014

Rela Menerima

Aku dan kamu dipertemukan kembali setelah lama tak berjumpa. Dari pertemuan itulah kita memulai berkomunikasi. Awalnya semua sederhana. Kamu membuatku bahagia dengan mudah. Kita bercanda dan tertawa walau hanya melalui pesan singkat. Aku yang malu-malu saat pertama kali membalas pesanmu, tiba-tiba mersakan hal yang berbeda.
         
Rasanya sangat senang jika menerima pesan darimu. Namun resah rasanya jika sehari saja aku tak menerima pesan darimu. Apa aku mulai suka padamu? Aku tak mengerti mengapa begitu cepat rasa ini berubah. Mungkin rasa ini datang karena kamu selalu ada dipagiku, memberi semangat. Selalu ada disiangku, sekedar mengingatkan. Dan selalu ada dimalamku, mengantarkan aku untuk tidur.
         
Sebegitu perhatiankah kamu kepadaku? Bukankah kita hanya teman? Atau kamu juga mempunyai rasa yang sama sepertiku? Tak salah bukan jika berharap seperti itu?
         
Pagi, siang, malam telah kita lewati. Hari-hari pun telah berganti. Seiring berjalannya waktu aku rasa aku mulai nyaman denganmu. Aku menjadi takut kehilanganmu. Aku ingin selalu berada didekatmu. Berada dalam pelukmu. Sungguh aku tak ingin melepaskanmu.
          
Namun ini hanya angan belaka. Kini kamu mulai menjauhiku. Tak terdengar lagi bunyi denting handphone ku yang berisi pesan darimu. Kita sudah tak berkomunikasi. Aku mulai cemas. Aku selalu bertanya-tanya kemanakah dirimu?
          
Apa kamu sedang sibuk dengan urusan sekolahmu? Kurasa memang begitu. Aku memilih diam aku tak mau menghubungimu karena aku takut mengganggumu.
Namun aku tak tahan, aku tak bisa lama-lama menahan rindu. Kuputuskan untuk menghubungimu sekedar basa-basi. Aku hanya ingin tau kabarmu. Tidak! Sebenarnya aku juga ingin bilang kalau aku rindu padamu, namun entah aku tak bisa mengatakannya.
         
Dan lagi-lagi komunikasi kita terputus. Keesokan harinya sudah benar-benar tak ada lagi komunikasi antara kita. Kamu pergi tanpa mengucap pamit padaku. Dengan cepat kamu menghilang begitu saja. Dengan cepat juga aku tau kalau kamu sudah memiliki seorang kekasih. Seseorang yang pantas menemanimu. Seseorang yang menurutmu lebih baik dariku.
     
 Aku tak habis fikir mengapa kamu memilih dia padahal selama ini kamu dekat denganku. Ya memang hubungan kita ini tanpa status dan kejelasan yang pasti, dan aku tau kita hanya berteman. Memang aku tak terlalu berharap tuk menjadi milikmu. Namun wajar bila aku menangis saat kamu bersamanya.
       
Apa kamu masih ingat bagaimana percakapan kita dimulai? Kurasa kamu tidak ingat. Ya karena sebenarnya kamu tidak pernah peduli padaku. Mungkin aku hanya kamu jadikan sebuah persinggahan dan aku bukan tujuanmu. Mungkin kamu hanya ingin melampiaskan kekecewaanmu di masa lalu. Setelah kamu puas melampiaskan itu semua, kamu pergi meninggalkan aku dan siap mencari yang lain. Kini kamu sudah mendapatkan seseorang yang layak menemanimu dibanding aku.
     
Siapakah sebenarnya orang itu? Sungguh beruntung dia bisa mendapatkanmu. Andai saja aku bisa bertemu dengannya, aku akan berjabat tangan padanya dan mengucapkan selamat padanya. Aku juga akan berbisik padanya bahwa aku ingin seperti dirinya yang bisa memilikimu. Atau hanya sekedar bicara padanya "Aku mohon kamu jaga dia baik-baik. Jangan sampai dia terluka sama seperti apa yang aku rasakan saat ini."
     
Kini semua telah terjadi. Aku tak berhak untuk memintamu kembali, dan tak berhak memintamu segera pulang. Karena kamu sudah bahagia menetap dihatinya. Hak yang ku miliki saat ini adalah belajar rela menerima semua ini.

Ditulis dalam hujan yang membasahi pipi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar